Sebetulnya kita banyak melakukan Self talk (dialog dengan diri sendiri) sepanjang hari. Beberapa ahli mengatakan bahwa kita melakukan “dialog diam” ini sebanyak 50.000 kali dalam sehari. Self talk memiliki efek langsung terhadap pikiran dan perilaku kita.
Self talk adalah dialog internal (atau kadang juga monolog) yang kita lakukan dengan diri kita sendiri ketika dihadapkan pada situasi tertentu.
Apa yang “secara diam-diam” kita katakan kepada diri sendiri mengenai sebuah kejadian akan memberi pengaruh yang luar biasa terhadap diri kita. Selftalk dapat mengubah apa yang kita lihat dan dengar di sekeliling kita, apa yang kita rasakan, dan apa yang kita ingat ketika meninjau kembali pengalaman hidup kita.
Self-talk bertujuan mengontrol, mensinergikan dan mengharmoniskan alam pikiran, emosi, kehendak dan alam perilaku kita, serta berdamai dengan diri sendiri. Sering alam pikiran, emosi dan keinginan kita bertolak belakang, sehingga perlu di adakan sebuah RAPAT INTERN di antara perilaku yg ada di dalam diri kita. Sehingga diperoleh solusi yg tepat dan memberdayakan diri kita....
Sahabat, mungkin kita mudah untuk berdamaii dengan orang lain. Tetapi terkadang lebih sulit untuk berdamai dengan diri sendiri. Bila hal itu yg terjadi, Maka lakukanlah SELF TALK untuk berdamai dengan diri sendiri.....
SELF TALK (DIALOG DIRI) POSITIF (by. Kingson Suryaatmaja)
Bagaimana Anda Berdialog Dengan Diri Anda Akan Menentukan Keberhasilan Anda!
Sebetulnya kita banyak melakukan Self talk (dialog dengan diri sendiri) sepanjang hari. Beberapa ahli mengatakan bahwa kita melakukan “dialog diam” ini sebanyak 50.000 kali dalam sehari. Self talk memiliki efek langsung terhadap pikiran dan perilaku kita.
Self talk adalah dialog internal (atau kadang juga monolog) yang kita lakukan dengan diri kita sendiri ketika dihadapkan pada situasi tertentu.
Apa yang “secara diam-diam” kita katakan kepada diri sendiri mengenai sebuah kejadian akan memberi pengaruh yang luar biasa terhadap diri kita. Selftalk dapat mengubah apa yang kita lihat dan dengar di sekeliling kita, apa yang kita rasakan, dan apa yang kita ingat ketika meninjau kembali pengalaman hidup kita.
Pernahkah anda mendengar tentang self fulfilling prophecy (ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri)? Self-talk mirip dengan self-fulfilling prophecy—dimana apapun yang paling sering dan paling banyak kita pikirkan, cenderung akan terwujud nyata.
Ketika self-talk kita positif – “Segalanya akan berjalan lancar,” “Saya yakin bisa mendapatkan pekerjaan ini”— maka kita sebenarnya sedang mengarahkan diri menuju sukses, dan kemungkinan sukses itu ada untuk kita. Karena kita memerintahkan alam bawah sadar untuk menyediakan segala sumber daya di dalam diri kita untuk sukses.
Ketika self-talk kita negatif — “Keadaan pasti akan menjadi kacau balau,” “Saya tidak yakin bisa menjadi seorang supervisor yang baik” — maka kita sebenarnya sudah menyerah, dan besar kemungkinan kita tidak akan sukses. Karena kita telah memerintahkan alam bawah sadar kita untuk melewatkan segala kesempatan dan kemungkinan untuk berhasil.
Self-talk akan mengarahkan pikiran dan perilaku kita. Bila kita berpikir, “Saya yakin bisa mendapatkan pekerjaan ini,” maka kita akan berusaha untuk mendapatkannya. Selama proses interview, kita akan menunjukkan keyakinan diri dan kemampuan kita, dan karena itu kemungkinan bagi kita untuk diterima juga lebih besar.
Namun bila kita mengatakan pada diri kita sendiri, “Lamaran saya pasti akan ditolak,” maka besar kemungkinan kita tidak akan berusaha untuk menunjukkan keyakinan dan kemampuan diri kita, dan karena itu, lamaran kita pun ditolak.
Maka, sangatlah penting untuk “menulis kembali naskah” self-talk kita yang negatif menjadi positif. Seperti menghapus “rekaman” mental yang biasanya kita putar ketika menghadapi tekanan, dan menggantikannya dengan “rekaman” yang baru.
Ada beberapa pola berpikir yang sering kita miliki, khususnya pola yang negatif, yakni:
1. Pola Pikir Hitam Putih (Kalau kita tidak sukses sempurna, berarti kita adalah pecundang sempurna!)
- Saya berasal dari kota kecil, dan semua orang disini dari kota yang lebih besar. Bagaimana mungkin saya bisa bersaing dengan mereka.
- Oke, sekarang giliran saya. Saya harus menunjukkan kepada mereka betapa hebatnya saya.
- Ini moment yang paling memalukan sepanjang hidup saya!
- Tidak pernah ada orang yang menghina saya sedemikian rupa seperti yang baru saja dia lakukan!
- Saya tidak pernah punya teman baik sebelum ini. Apa yang membuat saya mengira saya bisa mendapatkannya sekarang?
- Saya sudah tahu saya tidak bisa! Buang waktu saja!
- Begitu mulai makan es krim, saya tidak bisa berhenti!
- Saya tidak bisa melakukan aktifitas saya tanpa di dahului dengan secangkir kopi di pagi hari.
- Saya seharusnya lebih banyak berlatih. Kini kesempatannya sudah hilang.
- Saya tidak boleh makan setelah jam 6.00 sore, atau seluruh kalori yang saya makan akan menjadi lemak.
- Kalau bukan karena dia, saya pasti dipilih untuk posisi itu.
- Kalau saja saya punya lebih banyak waktu, saya pasti akan berhasl.
- Tidak ada orang yang akan tertarik dengan pembicaraan saya.
- Lihat.. mereka semua merendahkan saya.
- Mau kasih saya nasehat? Dia pikir dia siapa? Hah?
- Saya tahu, dia hanya pura-pura memberi masukan. Tapi tujuan sebenarnya adalah mempermalukan saya di meeting tadi.
- Apapun yang saya lakukan, dia selalu selangkah lebih maju dibanding saya!
- Ya, kamu bisa karena kamu memiliki sumber daya yang lebih besar.
Kemudian gantilah self talk negatif dengan yang positif. Awalnya, ini mungkin akan membuat kita merasa sedikit canggung dan aneh. Karena sebetulnya kita tidak mungkin memilih kata apa yang akan kita ucapkan, bahkan kepada diri sendiri, karena kata-kata itu keluar begitu saja. Ia adalah kata yang biasa kita ucapkan. Tapi jangan khawatir. Bila kita terus berlatih, maka cepat atau lambat kebiasaan yang baru akan menggantikan kebiasaan yang lama.
Semua kebiasaan bisa dipelajari. Awalnya, kebiasaan itu kita bentuk, dan kemudian ia membentuk kita dan hidup kita. Tapi point yang paling utama adalah bahwa semua kebiasaan yang kini kita miliki awalnya dibentuk oleh kita sendiri.
Karena itu, kita bisa mengubahnya. Pilihan untuk berubah atau tidak ada di tangan kita. Dan pilihan itulah yang akan menentukan perjalanan kita menuju sukses dalam setiap aspek kehidupan kita.
Cara Mudah Berbicara Dengan Part atau Bagian Diri
by. ADI W GUNAWAN
Sejak buku The Secret of Mindset beredar, khususnya edisi hardcover yang ada bonus CD Ego State Therapy, saya mendapat banyak respon mengenai pengalaman pembaca buku yang menggunakan CD ini untuk berdialog dengan diri sendiri.
Ada yang dengan mudah bisa langsung berbicara dengan Part atau Ego State mereka. Ada yang kadang bisa kadang nggak, sepertinya si Part ini agak “nakal”. Ada juga yang sudah mencoba berkali-kali tapi tetap belum bisa berkomunikasi dengan Part mereka.
Mengapa berbicara dengan Part ini gampang-gampang susah?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang sulit berkomunikasi dengan Part:
1. Perasaan Takut
Yang paling utama adalah perasaan takut karena berpikir bahwa yang ia ajak bicara adalah suatu entitas atau”makhluk” yang masuk ke dalam dirinya, seperti orang yang kerasukan. Padahal pandangan ini sungguh tidak tepat dan tidak berdasar.
Jika perasaan takut dan tidak nyaman ini muncul sebelum berbicara dengan Part maka bisa dipastikan tidak akan terjadi dialog sama sekali. Mengapa? Karena perasaan takut ini mem-block atau menghambat proses komunikasi.
Apa sih sebenarnya Part ini?
Part atau Ego State adalah Bagian dari diri kita. Bagian ini paling mudah diamati atau disadari kegiatannya saat kita baru bangun tidur. Biasanya akan ada dua Bagian Diri yang berdialog. Satu Bagian mau kita segera bangun.Satu Bagian lagi mau kita tetap santai berbaring lima menit lagi.
Dialog antar Bagian juga bisa dirasakan atau diamati saat kita hendak memutuskan sesuatu. Biasanya minimal akan ada dua Bagian yang saling berkomunikasi dan mengajukan argumentasi mereka masing-masing.
Jadi, anda jelas sekarang bahwa Part ini sebenarnya tidak lebih dari program pikiran yang ada di pikiran bawah sadar. Part beroperasi dengan pemikiran, memori, preferensi, logika berpikir, paradigma, keyakinan, nilai hidup, belief, sikap, perilaku, dan kebiasaan mereka yang unik.
2. Pikiran Kurang Rileks
Yang membuat pikiran sulit rileks adalah adanya perasaan takut. Alasan lainnya teknik rileksasi yang digunakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan tipe sugestibilitas. Yang sulit berdialog dengan Part biasanya mereka yang (sangat) analitikal. Untuk mengatasi hal ini maka pikiran perlu dibuat rileks.
Mengapa pikiran perlu rileks?
Ceritanya begini. Biar mudahnya saya akan menggunakan analogi laut dan ikan paus. Ikan paus menghabiskan 90% waktunya di dalam air. Jadi mereka jarang sekali muncul ke permukaan. Kalaupun naik ke permukaan mereka hanya menyeburkan udara kotor dan menghirup udara segar. Setelah itu masuk lagi ke dalam laut.
Kita akan tahu ada ikan paus naik ke permukaan dari semburan air yang muncrat tinggi ke udara. Dari kejauhan kita tetap bisa melihat semburan ini. Tapi dengan satu syarat yaitu semburan hanya bisa dilihat bila laut dalam kondisi tenang. Namun bila saat itu laut sedang bergolak, ada gelombang besar, dan petir menyambar, atau bahkan badai, maka akan sangat sulit melihat semburan air yang dikeluarkan ikan paus.
Ikan paus ini sama dengan informasi yang berasal dari pikiran bawah sadar (theta) dan nirsadar (delta). Permukaan laut sama dengan beta. Bila beta sangat aktif maka pikiran bergolak. Bila saat pikiran bergolak dan ada banyak buah pikir (thought) atau bentuk-bentuk pikiran yang muncul dan tenggelam dengan cepat, dan misalnya pada saat itu ada informasi dari pikiran bawah sadar/nirsadar yang naik ke permukaan maka akan sulit dikenali. Namun bila pikiran kita tenang, beta kita rileks, maka kita bisa dengan mudah mengenali informasi yang muncul ke “permukaan”.
Lalu, apa sih sebenarnya yang terjadi saat kita berdialog dengan Part?
Saat berdialog maka kita mengajukan pertanyaan yang sangat spesifik, ini adalah aktivitas gelombang beta, dan pertanyaan ini selanjutnya turun dari beta melalui alfa, jembatan ke bawah sadar, masuk ke theta atau delta, dan dari sini akan ada jawaban yang muncul, dan melalui proses yang sama, naik ke alfa, terus ke beta, dan kita mendapatkan jawaban.
3. Pertanyaan yang Diajukan Tidak Spesifik
Banyak orang membuat kesalahan dengan mengajukan pertanyaan yang tidak spesifik, misalnya, “Mengapa saya kok belum sukses?”
Bila dilihat sepintas pertanyaan ini sepertinya sudah benar. Namun pikiran bawah sadar akan bingung. Mengapa? Karena sukses yang dimaksud di aspek yang mana? Apakah di aspek spiritual, finansial, relasi, emosi, fisik, mental, materi, atau apa?
Kalau pertanyaannya tidak spesifik maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, kita tidak akan mendapat jawaban. Kedua, jawaban muncul tapi tidak seperti yang kita harapkan.
Berbicara dengan Part sama dengan kita menghubungi satu perusahaan besar. Saat telpon masuk ke operator maka kita harus spesifik minta disambungkan ke divisi (Bagian) mana. Jika tidak maka kita bisa salah dihubungkan dengan Bagian yang tidak ada kepentingannya dengan keperluan kita. Dan saat sudah tersambung ke Bagian itu kita perlu mengajukan pertanyaan yang spesifik agar juga mendapat jawaban yang spesifik seperti yang kita inginkan atau butuhkan.
4. Berharap Mendengar Suara Bisikan
Pemahaman keliru ini yang sering dipegang banyak orang. Mereka berpikir bahwa berbicara dengan Bagian sama seperti mendengar ada suara yang dibisikkan ke telinga mereka. Jadi saat mereka mengajukan pertanyaan, mereka berharap jawabannya muncul dalam suara yang didengar oleh telinga mereka seperti kalau berbicara dengan seseorang.
Part berkomunikasi bukan dengan cara seperti ini. Part berbicara dengan menggunakan self-talk atau internal dialog. Suara ini “didengar” dari dalam, bukan dari luar. Ada yang menyebutnya dengan suara hati.
5. Merasa Gagal Karena Tidak Bisa Melihat Part
Ada juga yang merasa tidak bisa berkomunikasi dengan Part karena merasa tidak bisa melihat Part ini. Sebenarnya kita tidak harus atau perlu melihat Part. Kita bisa menggunakan “pendengaran dalam” atau perasaan kita. Jadi, tidak harus melihat wujud Part.
Bagi yang visual maka Part bisa muncul dalam bentuk tertentu. Namun bagi yang auditori maka cukup hanya mendengar Part bicara. Kalau yang kinestetik, gunakan perasaan untuk mengerti apa yang disampaikan Part.
6. Terlalu Berharap Bisa Berkomunikasi Dengan Part
Sikap yang terlalu berharap untuk bisa berbicara dengan Part justru akan menghambat proses komunikasi. Saat kita sangat ingin maka saat itu pula pikiran sadar kita sangat aktif. Hal ini berarti beta kita akan sangat tinggi. Dalam kondisi ini komunikasi dengan Part pasti sulit dilaksanakan.
7. Niat Kurang Kuat
Ini juga salah satu penyebab sulitnya komunikasi dengan Part. Saat kita kurang niat atau tidak serius maka pikiran bawah sadar tidak akan melayani permintaan kita untuk berkomunikasi dengan Part. Niat ini berfungsi sebagai drive untuk mendorong pertanyaan kita turun dari pikiran sadar ke pikiran bawah sadar dengan cepat dan efektif.
Sebelum berkomunikasi kita perlu meniatkan untuk bertemu dengan Part ini. Anda perlu spesifik sekali. Part yang mana yang ingin anda ajak berkomunikasi.
8. Memang Tidak Ada Masalah
Seringkali orang berpikir mereka punya masalah, padahal sebenarnya tidak. Jika ini yang terjadi maka saat kita hendak berkomunikasi dengan Part maka sudah tentu tidak ada komunikasi. Lha, memang nggak ada masalah kok cari-cari masalah? Mengapa harus memaksa ada jawaban padahal tidak ada jawaban itu sebenarnya adalah jawaban yang sesungguhnya?
Lalu, bagaimana caranya untuk berkomunikasi dengan Part?
Ada tiga cara untuk berkomunikasi.
Pertama, anda hanya menggunakan modalitas auditori atau suara. Caranya sebenarnya sangat mudah. Coba tutup mata sejenak. Dan dalam kondisi ini bertanyalah kepada diri sendiri, cukup bertanya di dalam hati, “Siapa nama lengkap saya?”, dan nantikan jawabannya. Saat anda mendapat jawaban maka sebenarnya anda telah bisa berkomunikasi dengan Part anda.
Coba tanyakan lagi beberapa hal kepada diri anda sendiri dan nantikan jawabannya. Dengan anda mengenali cara Part anda berkomunikasi, bisa merasakan atau “mendengar” suara Part, maka selanjutnya anda bisa melakukan proses yang sama namun dengan mengajukan pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah anda.
Cara kedua adalah dengan membayangkan Part ini keluar dari tubuh anda, tentunya anda membayangkan atau melakukan visualisasi, Part berada di depan anda, dan selanjutnya anda bertanya kepadanya. Dalam hal ini anda menggunakan dua modalitas sekaligus yaitu visual dan auditori. Anda melihat bentuk Part dan mendengar jawabannya.
Cara ketiga adalah dengan hanya menggunakan perasaan. Saat anda bertanya kepada Part, tidak harus muncul gambar, tidak harus ada suara yang terdengar, yang penting rasakan “jawaban” dari Part. Cara ini sangat efektif digunakan oleh orang kinestetik.
Nah, kalau sudah mahir melakukan komunikasi dengan Part maka kita tidak harus masuk kondisi rileks dulu. Saya paling sering berkomunikasi dengan Part saat sedang mengendarai mobil. Pada saat ini pikiran sadar saya sedang sibuk memperhatikan jalan sehingga tidak menganggu proses komunikasi saya dengan pikiran bawah sadar. Selain itu saya juga menggunakan kesempatan saat meditasi di pagi hari untuk berkomunikasi dengan Part. Saat pikiran tenang, hening, dan rileks, maka saat itu adalah saat yang paling pas dan nyaman untuk berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar atau Part.
Namun jangan salah mengerti ya. Saya tidak setiap hari mencari Part untuk diajak komunikasi. Saya hanya melakukan bila dirasa perlu. Kalau sedikit-sedikit cari Part, sedikit-sedikit cari Part, cari Part kok sedikit… eh.. salah, maksud saya kalau terus-terusan cari Part maka ini namanya kurang kerjaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar