Thoriqoh adalah salah satu amaliyah
keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi
Muhammad SAW. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah
paktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal
thoriqoh dari generasi ke generasi sampai kita sekarang.
Lihat
saja, misalnya hadist yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah
berkembang luas dan kaum Muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat
Umar bin Khatthab RA. berkunjung ke rumah Rosulullah SAW. Ketika dia
telah masuk didalamnya, dia tertegun melihat isi rumah Beliau, yang ada
hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang
kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba
(tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudlu’. Keharuan muncul
di hati Umar RA. yang kemudian tanpa disadari air matanya berlinang.
Maka
kemudian Rosulullah SAW. menegurnya: ”Gerangan apakah yang membuatmu
menangis, wahai sahabatku?” Umar pun menjawabnya: “Bagaimana aku tidak
menangis, Ya Rosulullah!... Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di
rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah
meja dan sebuah geriba, padahal ditangan tuan telah tergenggam kunci
Dunia Timur dan Dunia Barat, dan kemakmuran telah melimpah. Lalu beliau
menjawab: “Wahai Umar aku ini adalah Rosul (utusan) Allah. Aku bukan
seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan seorang Kisra dari Persia.
Mereka hanyalah mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan ukhrawi
(akhirat) .”Suatu hari Malaikat Jibril AS. datang kepada Nabi SAW.
setelah menyampaikan salam dari Allah SWT, dia bertanya: “Ya Muhammad,
manakah yang engkau sukai menjadi Nabi yang kaya raya seperti Sulaiman
AS atau menjadi Nabi yang papa seperti Ayub AS.?” Beliau menjawab: ”Aku
lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari".
Disaat
kenyang, aku bisa bersyukur kepada Allah SWT. dan disana lapar aku bisa
bersabar dengan ujian Allah SWT. ”Bahkan suatu hari Rosulullah SAW.
pernah bertanya kepada sahabatnya: ”Bagaimana sikap kalian, jika
sekiranya kelak telah terbuka untuk kalian kekayaan Romawi dan Persia?”
Di antara sahabatnya ada yang segera manjawab: ”Kami akan tetap teguh
memegang agama, ya Rosulullah SAW..” Tetapi beliau segera menukas: ”Pada
saat itu kalian akan berkelahi sesama kalian. Dan kalian akan berpecah
belah, sebagian kalian akan bermusuhan dengan sebagian yang lainnya.
Jumlah
kalian banyak tetapi kalian lemah, laksana buih di lautan. Kalian akan
hancur lebur seperti kayu di makan anai-anai! ”Para sahabat penasaran,
lalu bertanya: ”Mengapa bisa begitu ya Rosulullah.” Lalu Nabi SAW.
segera menjawabnya: ”Karena pada saat itu hati kalian telah terpaut
dengan duniawi (materi) dan aku menghadapi kematian.” Di kesempatan lain
beliau juga menegaskan: ”Harta benda dan kemegahan pangkat akan
menimbulkan fitnah di antara kalian! ”Apa yang dinyatakan oleh
Rosulullah SAW. tersebut bukanlah ramalan, karena beliau pantang untuk
meramal. Tetapi adalah suatu ikhbar bil mughayyabat (peringatan) kepada
umatnya agar benar-benar waspada terhadap godaan dan tipu daya dunia.
Sepeninggal
Nabi pun, ternyata apa yang beliau sabdakan itu menjadi kenyataan.
Fitnah yang sangat besar terjadi di separoh terakhir masa pemerintahan
Khulafaurrasyidin. Dan lebih hebat lagi terjadi di zaman Daulah Bani
Umayyah, dimana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan.
Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih
mengutamakan kepentingan pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan
mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan.
Dan
akhirnya berujung pada munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh
golongan Khawarij, Syiah dan Zuhhad. Hanya saja ada perbedaan diantara
mereka, kedua golongan yang pertama memberontak dengan motifasi politik,
yakni untuk merebut kekuasaan dan jabatan, sementara golongan terakhir
untuk mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran Islam dan
memakmurkan kehidupan rohani, serta untuk menumbuhkan keadilan yang
merata bagi warga masyarakat. Mereka berpendapat bahwa kehidupan rohani
yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat memadamkan api
fitnah, iri dengki dan dendam.
Meskipun
saat itu Daulah Bani Umayyah merupakan pemerintahan yang terbesar di
dunia, dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia dan
Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat,
pada akhinya mengalami kehancuran. Pengalaman dan nasib yang sama juga
dialami oleh Daulah Bani Abasyiyah. Meskipun saat itu jumlah umat Muslim
sangat banyak dan kekuasaan mereka sangat besar, tetapi hanya laksana
buih di lautan atau kayu yang dimakan anai-anai, sebagaimana dinyatakan
oleh Nabi SAW. di atas. Semua itu dikarenakan faktor hubb al-dunya
(cinta dunia) dan karahiyat al-maut (takut menghadapi kematian). Sebab
yang tampak makmur hanya kehidupan lahiriyah/duniawi, sementara
kehidupan rohani/batiniyah mereka mengalami kegersangan.
Inilah
yang menjadi motifasi golongan Zuhhad yang gerakan-gerakannya untuk
mengajak kembali kepada ajaran Islam yang benar untuk mendekatkan diri
pada Allah SWT.. Gerakan yang muncul di akhir abad ke 6 (enam)
hijriyyah ini, pada mulanya merupakan kegiatan sebagian kaum Muslimin
yang semata-mata berusaha mengendalikan jiwa mereka dan menempuh cara
hidup untuk mencapai ridlo Allah SWT., agar tidak terpengaruh dan
terpedaya oleh tipuan dan godaan duniawi (materi).
Karenanya,
pada saat itu mereka lebih dikenal dengan sebutan “zuhhad” (orang-orang
yang berperilaku zuhud), ”nussak” (orang-orang yang berusaha melakukan
segala ajaran agama) atau “ubbad” (orang yang rajin melaksanakan
ibadah). Lama kelamaan cara kehidupan rohani yang mereka tempuh,
kemudian berkembang menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih murni,
bahkan lebih mendalam yaitu berkehendak mencapai hakekat ketuhanan dan
ma’rifat (mengenal) kepeda Allah SWT. yang sebenar-benarnya, melalui
riyadloh (laku prihatin), mujahadah (perjuangan batin yang
sungguh-sungguh), mukasyafah (tersingkapnya tabir antara dirinya dan
Allah), musyahadah (penyaksian terhadap keberadaan Allah) atau dengan
istilah lain, laku batin yang mereka tempuh di mulai dengan ”takhalli”
yaitu mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela, lalu ”tahalli” yaitu
menghiasi hati dengan sifat yang terpuji, lalu ”tajalli” yaitu
mendapatkan pencerahan dari Allah SWT.
Tata
cara kehidupan rohani tersebut kemudian tumbuh berkembang dikalangan
masyarakat Muslim, yang pada akhirnya menjadi disiplin keilmuan
tersendiri, yang dikenal dengan sebutan ilmu “Tashawuf”. Sejak munculyna
Tashawuf Islam di akhir abad kedua hijriyah, sebagai kelanjutan dari
gerakan golongan Zuhhad, muncullah istilah “Thoriqoh” yang tampilan
bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang
tertentu, yaitu sekumpulan aqidah-aqidah, akhlaq-akhlaq dan
aturan-aturan tertentu bagi kaum Shufi.
Pada
saat itu disebut “Thoriqoh Shufiyyah” (metode orang-orang Shufi)
menjadi penyeimbang terhadap sebutan “Thoriqoh Arbabil Aql wal Fikr”
(metode orang-orang yang menggunakan akal dan pikiran). Yang pertama
lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih
menekankan pada burhan (bukti nyata/empiris). Isilah “thoriqoh“
terkadang digunakan untuk menyebut suatu pembimbingan pribadi dan
perilaku yang dilakukan oleh seorang Mursyid kepada muridnya.
Pengertian
terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika
mendengarkan kata “thoriqoh”. Pada perkembangan berikutnya, terjadi
perbedaan diantara tokoh Shufi didalam menggunakan metode laku batin
mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allah SWT. dan ridlo-Nya.
Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah,
yaitu nafsu ammarah, ke tingkat nafsu lawwamah, terus ke nafsu
muthma’inah, lalu ke nafsu mulhamah, kemudian ke tingkat nafsu
rodliyah, lalu ke nafsu mardliyyah, sampai ke nafsu kamaliyyah. Ada juga
yang menggunakan metode takhalli, tahalli dan akhirnya tajalli. Ada
pula yang menggunakan metode dzikir, yaitu dengan cara
mulazamatudz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa mengingat
Allah SWT. dalam keadaan apapun.
Dari
perbedaan metode itulah, akhirnya muncul aliran-aliran thoriqoh yang
mengambil nama dari tokoh-tokoh sentral aliran tersebut, seperti
Qodiriyah, Rifa’iyyah, Syadzaliyyah, Dasuqiyyah/Barhamiyyah, Zainiyyah,
Tijaniyyah, Naqsabandiyyah, dan lain sebagainya. KLIK SUMBERNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar